Usaha Pembaruan dalam Gereja Katolik-Roma
Oleh: Angga & Oskaliandi
USAHA adalah sebuah buku karya Dr. Dietrich Kuhl yang membahas tentang upaya-upaya pembaruan dalam gereja Katolik-Roma. Dalam dokumen ini, kami akan membahas berbagai hal tentang buku ini dan pembaruan dalam gereja Katolik-Roma secara umum. “Gereja Katolik sudah ada selama berabad-abad, namun perubahan dan pembaruan adalah hal yang penting agar tidak tertinggal dalam era modern.” Kami membahas pentingnya pembaruan dalam gereja Katolik-Roma dan mengapa buku ini sangat relevan untuk masa kini. Kami juga akan membahas mengapa gereja Katolik-Roma perlu mengikuti perkembangan di dunia, serta mengapa pembaruan dalam gereja Katolik-Roma sangat penting bagi masa depannya .
Gereja Katolik-Roma adalah salah satu denominasi Kristen terbesar di dunia. Didirikan pada abad ke-1 oleh Santo Petrus, gereja ini memiliki sejarah yang panjang dan bervariasi. Di dalamnya terdapat beberapa tradisi dan kepercayaan yang unik, seperti Sakramen Pengakuan dosa dan Pengangkatan Kasih Kudus. Gereja Katolik-Roma juga memiliki banyak umat di seluruh dunia dan berperan dalam banyak kegiatan amal. Pembaruan dalam gereja Katolik-Roma harus berpusat pada nilai-nilai inti seperti kasih dan kemanusiaan. Gereja harus dapat menyambut dan beradaptasi dengan perubahan zaman, sambil tetap mempertahankan ajaran-ajarannya. Gereja juga harus mendengarkan umatnya dan memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan mereka, lalu memperbaharui diri mengikuti kebutuhan tersebut. Pembaruan dalam gereja Katolik-Roma adalah hal yang penting agar gereja ini tetap relevan dengan zaman. Namun, terdapat juga beberapa tantangan yang harus dihadapi dalam menerapkan pembaruan. Hal-hal tersebut akan dibahas pada bagian selanjutnya.
1. Pembaharuan melalui pembentukan dan pendidikan orang-orang pilihan (Elite)
Seperti halnya Yesus selama pelayanan yang ada Ia mencari murid-murid untuk membantunya melayani, dalam hal ini ke-12 murid. Demikianlah dengan pembaharuan ini juga memerlukan orang yang mau dibentuk dan dididik agar tercapainya tujuan yang diinginkan oleh para pemuka pada waktu itu untuk menciptakan pembaharuan. Melalui Biara Cluny di Prancis pada tahun 910 menjadi pusat pengaruh Gereja terbesar disamping paus. Kemudian Bernhard dari Clairvaux (1090-1153) dan ordo Sistersien pada tahun 1098 mendirikan biara di Citeaux (Prancis Selatan) menekan persatuan jiwa dengan Kristus yang disusul Fransiskus dari Assisi di tahun 1182-1226 mendirikan ordo Fransiskan dan di tahun 1216 Dominikus mendirikan ordo baru yaitu ordo Dominikan bertujuan menobatkan orang-orang Kathari .
2. Pembaharuan Gereja melalui suatu corak kekristenan yang bersifat batiniah dan non institusional: mistik atau mistiscisme.
Setidaknya ada beberapa negara dalam pambaharuan Gereja yang menjadi garis besar yaitu Jerman, Inggris dan Belanda dimana di negara tersebut menjadi cikal bakal perubahan melalui pemikiran-pemikiran orang yang berpengaruh disana diantaranya: di Jerman (Master Eckhart, Johan Tauler dan Hendrik Suso), di Inggris (Richard Rolle) dan di Belanda (devosi baru dan persaudaraan yang hidup rukun) . Istilah Mistik dibentuk dari istilah Yunani ’muen’ yang berarti menutup. Maksudnya adalah menutupi mata dan mulut demi untuk mengarahkan konsentrasi dan keterbukaannya kedalam diri, kepada jiwa dan hubungannya dangan Allah. Hakekatnya mistik ialah kerinduan manusia untuk mempunyai hubungan dan bahkan persatuan langsung dengan Allah. Cara ini yang dianggap bisa menjadi opsi yang tepat dalam menghadapi dan menciptakan perubahan atau dalam hal ini pembaharuan terhadap sejarah Gereja Katolik-Roma. Memperbarui praktik gerejawi dapat memberikan dampak positif di dalam gereja serta memudahkan gaya hidup baru bagi beberapa jemaat yang meminta ajaran gereja untuk diimplementasikan dalam lifestyle.
3. Usaha-usaha pembaharuan melalui konsili-konsili reform: konsiliarisme
Pada point ketiga dalam usaha pembaharuan gereja Katolik Roma ini menunjukan sikap para konsili-konsili atau sidang-sidang Gereja. Mereka beranggapan bahwa kemajuan sebuah Gereja tidaklah terletak pada Paus melainkan dari mereka sehingga para Paus dikucilkan pada waktu itu, di buang pada pembuangan yang ada. Setidaknya ada tiga tokoh yang menolak dengan keras akan kepausan yang ada yaitu Marsiglio dari Padua (c. 1275-1342) dalam bukunya ‘Defensor Pacis’ secara terang-terangan menyatakan sifat anti Paus ia menyarankan supaya sebuah konsili Oikumenis dipanggil , Dietrich von Nieheim (c.1340-1418) seorang uskup di Jerman Utara menolak tuntutan-tuntutan kepausan dengan tajam, dan yang terakhir adalah Konsili di Konstanz (1414-1418) mengklaim bahwa konsili mempunyai otoritasnya langsung dari Kristus, sehingga semua manusia termasuk paus harus mentaati konsili-konsili dalam hal-hal yang menyangkut iman, penyelesaian schisma gereja dan pembaharuan gereja. Yang kemudian mendapat penolakan atau pertentangan dari Bulla ‘Execrabilis’ (1460) yang menolak ide bahwa kuasa konsili lebih besar dari Paus. Konsep konsiliarisme disebut memberontak, meracuni, bersalah dan terhina. Yang diperkuat lagi argumentasi perkembangan selanjutnya akhirnya memuncak dalam konsili Vatikanum I (1870): bilamana Paus mengajar secara ‘ex cathedra’ (resmi, dalam hubungan dengan jabatan pengajaran gereja Katolik Roma) ia tidak bisa bersalah.
4. Pembaharuan Melalui Usaha Para Teolog: Perintis-perintis Reformasi
Tantangan dalam Menerapkan Pembaharuan
Tradisi
Beberapa orang mungkin khawatir bahwa melakukan pembaruan akan merusak tradisi gereja dan ajaran-ajarannya.
Kebijakan Gereja
Terkadang, kebijakan dan struktur organisasi dalam gereja dapat menjadi hambatan dalam menerapkan pembaruan.
Perbedaan pendapat
Terjalinlah perbedaan pendapat mengenai jenis pembaruan yang tepat, dan buku ini menyajikan banyak pemikiran dan ide untuk berbagai konteks yang dapat disesuaikan. Dalam menerapkan pembaruan, terdapat beberapa tantangan yang harus dihadapi. Namun, tantangan ini dapat diatasi dengan kepemimpinan yang baik dan visi yang jelas.
Pengaruh usaha dalam Gereja Khatolik-Roma
Peningkatan partisipasi Jemaat
Dengan meningkatkan transparansi dan partisipasi di dalam gereja, orang-orang akan lebih tertarik dan terlibat dengan gereja.
Pemuda yang lebih aktif
Pemuda yang termotivasi oleh pembaruan akan lebih aktif dalam kegiatan gereja, serta mewujudkan misi sosial katolik-roma lebih aktif di masyarakat. Upaya pembaruan dalam Gereja Katolik-Roma, seperti yang dibahas dalam buku USAHA, dapat memberikan dampak positif pada gereja. Dampak tersebut meliputi peningkatan partisipasi jemaat, peningkatan aktifitas pemuda dan dampak perubahan dalam praktik gerejawi.
Berikut beberapa tokoh yang mempengaruhi karya teologis Martin Luther antara lain:
1. Gregor dari Rimini (1300-1358 M)
Ia berpendapat penafsir dan promotor teologis Agustinus pada Abad Pertengahan: Menolak kehendak bebas manusia, mengajarkan rahmat Allah yang mendahului dan memilih manusia; perbuatan-perbuatan baik hanya sebagai akibat karya keselamatan Allah bagi manusia; menjunjung tinggi wahyu Allah di dalam Kristus.
2. John Wycliffe (1320-1384 M)
Teologisnya dipengaruh Agustinus dan William dan oleh Devotio Moderna. Ketaatannya terhadap Alkitab mendorong John melontarkan perlawanan terhadap Gereja Katolik-Roma:
1. Menolak dan melawan kekayaan dan korupsi gereja (apostolic poverty).
2. Menolak ajaran transubtansiansi yang ia anggap ibadah kepada berhala.
3. Menolak sistem kepausan, kerahiban dan hirarki klerikal.
4. Menolak penghormatan dan doa kepada orang-orang suci.
5. Menolak pengajaran Gereja Katolik-Roma tentang relikwi-relikwi.
6. Menolak sakramen pengakuan dosa dan pengajaran indulgensi.
7. Ia menganggap Alkitabiah sebagai sumber kebenaran satu-satunya (sola Scriptura).
8. Para pengikutnya diutus untuk mengabarkan Injil.
3. Yohanes Gerson (1363-1429 M)
Ia menganut Nominalisme William, namun menghindari spekulasi. Ia Terarah kepada kehidupan Kristen yang praktis dan penghayatan iman. Melawan intelektualisme para teolog, mengajar di universitas tentang kehidupan rohani dan Mistik Kristen, pendukung kuat untuk konsiliarisme. Ia menjjunjung tinggi Alkitab dan melawan exegese alegoris dan memperjuangkan exsegese philologis dan hurufiah (sensus literal).
4. Yohanes Hus (1370-1415 M).
Ia meneruskan kritik radikal J. Wycliffe dan menerjemahkan serta menerbitkan banyak karangan John. Konsili di Konstanz (1415-1418) mengadili dan menolak pandangan-pandangan John W. dan Y. Hus sebagai bidat:
- Bahwa John mengajar bahwa zat roti dan zat air anggur tidak berubah dalam sakramen mezbah (transubstansiansi).
- Bahwa Kristus tidak hadir di dalam roti dan air anggur secara nyata (jasmani).
- Bahwa bilamana seorang uskup atau imam berada dalam keadaan dosa yang besar, maka ia tidak dapat menahbiskan, memberkati dan membaptis (menyerang pandangan ex opere operato).
- Bilamana seorang menyesali dosa nya dengan sungguh, maka pengakuan dosa di hadapan imam tidak sungguh (mutlak) perlu.
- Pengucilan oleh Paus atau seorang uskup tidak perlu ditakuti, karena pengucilan itu tidak lain daripada penilaia anti Kristus.
5. Girolamo Savonarola (1452-1498 M).
Ia bukan seorang teolog, melainkan seorang biarawan Ordo Dominikan di Italia dan seorang pengkhotbah trkenal di Florensa, yang menekankan pertobatan. Ia mengecam kemewahan dan kemerosotan moral klerus dan masyarakat. Ia menolak Paus Aleksander VI sebagai wakil Iblis. Waktu pemerintahannya di Florensa, ia berusaha untuk menerapkan peraturan-peraturan moral yang ketat. Pelanggaran-pelanggaran moral diadili, askese di tuntut dari semua, orang miskin ditolong, dan tahun 1496 semua barang fana dibakar. Namun akhirnya ia dikalahkan secara politis, diadili serta dibakar hidup-hidup.
Kesimpulan
Sejarah reformasi oleh Martin Luther tidak terlepas dari perjuangan-perjuangan tokoh-tokoh lain dalam usaha mereka melakukan pembaharuan-pembaharuan di dalam Gereja Katolik Roma sebelum atau sesudah reformasi. Tokoh-tokoh teolog harus berjuang dengan sangat keras dalam memperbaharui dan melawan apa yang menurut mereka tidak sesuai dengan konteks Alkitabiah yang mereka anggap sebagai kebenaran utama dalam Kekristenan. Mereka rela mengalami penderitaan bahkan harus mati demi membela kebenaran dan keaslian Kekristenan yang sesuai dengan Alkitabiah. Keaktifan dan ketekunan para teolog inilah yang akhirnya mampu menghasilkan reformasi dalam Kekristenan, dan kita sebagai teolog masa kini pun perlu mengetahui secara mendalam bagaimana proses dan perjuangan dalam pembaharuan melalui sejarah pembaharuan di dalam Gereja Katolik Roma.
.png)
Tidak ada komentar
Posting Komentar